"Kumpolno sampahmu balekke nang asale, seko lemah bali lemah seko pabrik bali pabrik, olah sampah cara simbah".
Sepenggal kalimat itulah yang menjadi prinsip bagaimana pengelolaan sampah mandiri di desa Caturharjo Bantul. Hanya dengan berdasar prinsip itu sampah di desa Caturharjo teratasi sekaligus memberikan manfaat bagi warga. Jika di terjemahkan ke bahasa indonesia maka akan berbunyi sebagai berikut:
"kumpulkan sampahmu kembalikan ke asalnya, dari tanah kembali ke tanah dari pabrik kembali ke pabrik, olah sampah cara leluhur".
mari kita bahas penggalan kata dari prinsip diatas.
a. kumpulno sampahmu balekke nang asale
kumpulno sampahmu
(kumpulkan sampahmu) artinya sampah jangan dibuang sembarangan. istilah kumpulkan dapat kita artikan sesuatu yang mungkin bisa bermanfaat artinya masih punya nilai yang bisa dimanfaatkan.
balekke nang asale
(kembalikan ke asalnya) artinya yang mengetahui dengan pasti cara mengelola sampah adalah produsennya atau pembuatnya. Ingatlah selalu dari mana kamu berasal, maka kamu tidak akan tersesat.
b. Seko lemah bali lemah
(dari tanah kembali ke tanah) mengandung nilai religius didalamnya. Sesuatu yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah. Sampah yang dapat busuk masuk ke jogangan, yang tidak bisa busuk pantang masuk jogangan.
Jogangan, sebuah langkah yang mudah, teknologi murah dan sudah teruji sejak jaman simbah-simbah dulu untuk digunakan mengolah semua jenis sampah organik, “seko lemah bali nang lemah” (dari tanah kembali ke tanah).
c. Seko pabrik bali pabrik
(dari pabrik kembali ke pabrik)
ketika anda misal membeli sabun mandi, yang ada butuhkan isinya atau wadahnya. Tentu anda pasti menjawab isinya, wadah bungkusnya yang anda anggap tak berharga pasti di buang. Inilah yang kita sebut sampah. Yang selama ini jadi permasalahan yang tak pernah terselesaikan. Karena sampah sampah produk dari pabrik masuk kategori sampah yang sulit terurai. Hal yang sama untuk barang barang lain. Bahkan beberapa orang harus membayar lebih untuk sekedar menyingkirkan sampah itu dari rumah anda.
Berangkat dari fakta itu, kita hanya butuh isinya bukan kemasan/ bungkusnya yang menjadi sampah. Merujuk pada UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
Pasal 15
Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Jelas dalam pasal tersebut kemasan atau barang yanh diproduksi pabrik adalah tanggung jawab dari perusahaan yang memproduksi. Pada kenyataanya Hal ini sulit dilakukan, karena Kelemahan masyarakat untuk memperolah data yang akurat disertai bukti yang otentik.
Atas dasar itu, lahirlah konsep RUMAH KUMPUL SAMPAH sebagai media untuk dari pabrik harus kembali ke pabrik.
RUMAH KUMPUL SAMPAH, SEKO PABRIK BALI PABRIK
Rumah Kumpul Sampah atau RKS adalah titik poin pengumpulan sampah non organik di setiap RT di desa Caturharjo, Pandak. RKS (Rumah Kumpul Sampah) hanya untuk sampah non organik. Rumah kumpul sampah digunakan untuk mengumpulkan semua jenis sampah yang tidak dapat terurai secara alami. Dalam pengelolaan sampah di RKS, sampah non organik di kategorikan menjadi 2 jenis yaitu laku jual dan tidak laku jual (residu). RKS akan berada di 77 RT di desa Caturharjo bantul. Istilah RKS mengadopsi sistem bank sampah yang lebih disederhanakan sehingga mudah diterapkan dimasyarakat pada umumnya.
Pemerintah Desa Caturharjo, bantul mencanangkan gerakan lanjutan 4000 jogangan. Gerakan lanjutan itu adalah gerakan 77 Rumah Kumpul Sampah atau RKS. RKS (Rumah Kumpul Sampah) hanya untuk sampah non organik Rumah kumpul sampah digunakan untuk mengumpulkan semua jenis sampah yang tidak dapat terurai oleh secara alami. Dalam pengelolaan sampah di RKS, sampah
non organik di kategorikan menjadi 2 jenis yaitu laku jual dan tidak laku jual (residu). RKS akan berada di 77 RT di desa Caturharjo. Setiap RKS dikelola oleh 1 orang koordinator. Tugas koordinator sekarang lebih dipermudah dengan adanya aplikasi "juru sampah" yang dioperasikan di desa Caturharjo.
Keunggulan : RKS tidak menuntut pengelolanya untuk memilah hingga puluhan jenis sampah. RKS hanya memilah menjadi 3 kategori saja, busuk masuk jogangan, laku jual dan tidak laku jual masuk rks. RKS tidak menuntut pengelola nya untuk administrasi rumit, cukup siapa pelangganya dan tabungannya tiap bulan yang sudah diitungkan oleh bank sampah induk. RKS mengajarkan kekeluargaan karena tabungan dari penjualan RKS adalah tabungan tiap RT artinya sistem tanggung renteng. Berbeda dengan Bank sampah yang lebih bersifat individual.
d. Olah sampah cara simbah
Pada Jaman penjajah, para pejuang berjuang mengusir penjajah hanya menggunakan teknologi senjata yang sangat sederhana namun efektif yaitu sebatang bambu yang diruncingkan. Artinya dalam mengatasi permasalah sampah dapat secara tradisional, tidak perlu teknologi mahal. Dengan jogangan dan Rumah kumpul sampah akan mengatasi permasalahan sampah yang ada.
Memang Berbagai teknologi Canggih untuk pengelolaan sampah sudah diciptakan. Seperti teknologi pengelolaan sampah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang Akan melakukan pembangunan Intermediate Treatment Facility atau ITF Sunter, ITF Sunter nantinya bakal menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) terbesar di Indonesia, dengan teknologi canggih dan telah dimanfaatkan di banyak negara maju. Dikutip dari Laman Lipi.go .id, Salah satu teknologi terkini lainnya yang di masa depan diperkirakan akan menjadi solusi terbaik dalam menangani masalah sampah adalah pemanfaatan teknologi plasma, atau lebih dikenal dengan nama plasma gasifikasi (gasification) dan pengkristalan atau vitrifikasi (vitrification). Berbagai teknologi Canggih tersebut tentunya berbiaya Mahal.
Namun yang menjadi pertanyaan kini? kenapa hingga sekarang belum ada yang dapat menciptakan alat atau teknologi yang dapat mengubah kebiasaan dan perilaku manusia secara instan. Bukankah Kunci pengelolaan sampah adalah manusianya? Sehebat apapun teknologi pengelolaan sampah yang telah diciptakan, apabila manusianya tidak bijak mengelola sampah. Tetaplah sampah tetap akan menjadi permasalahan sampai kapan pun. Perubahan butuh proses. Pengelolaan sampah di negara Jepang sukses karena pemerintah dan masyarakatnya telah terbiasa dengan sampah mulai dari pilah sampah dari sumbernya. Kebiasaan memilah sampah sejak dari sumbernya telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di masyarakat Jepang.
Berkaca dari negara Jepang, Pengelolaan sampah Mandiri menjadi solusi nyata, murah dan berkelanjutan dalam menangani sampah. Kunci keberhasilan pengelolaan sampah mandiri adalah masyarakat.
SEBAGAI PENUTUP:
CUKUP LAKUKAN APA YANG ADA DAN APA YANG KITA BISA
Pengen Belajar Lebih Jauh Tentang Keunikan Pengelolaan Sampah di Desa Caturharjo? Yuk kunjungi desa Caturharjo Bantul atau Hubungi Kontak dan media sosial dibawah,
Kami Berikan Ilmu paling murni dari simbah untuk mengelola sampah